Seriously, Ibu-ibu. Kalian mengizinkankah guru anak-anak melakukan kekerasan pada anakmu?
Kalau saya, jelas TIDAK. Saya mengajarkan anak-anak untuk santun, menghormati yang lebih tua, kritis, mau bertanya, dan mau bercerita tentang apa yang terjadi. Kalau tiba-tiba dia ditampar, dicubit, dijitak gurunya, tentu saya berhak atas penjelasan kenapa itu terjadi. Jika memang anak saya sedemikian nakalnya, sudahkah ia diperingatkan? Sudahkah ia ditegur? Sudahkah saya sebagai orangtuanya diberitahu? Bukankah sebaiknya orangtua dan guru berkomunikasi? Jika kemudian berujung tidak menerima, dan melaporkan ke yang berwenang, itu lebih baik, di bandingkan di ujung Timur sana yang dibawakan parang ;) Berarti orangtuanya masih sadar bahwa ini adalah negara hukum, dan selama belum ada putusan bersalah ya masih tak bersalah. Tidakkah demikian hukumnya? Apakah kita benar-benar mengetahui ada apa dibalik kekerasan itu? Jika setiap kejadian seperti ini sedikit-sedikit guru membela diri, kita bisa kehilangan laporan dari anak-anak kita tentang kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa, karena kondisi yang dipaksa menerima bahwa guru boleh bertindak demikian. Waktu SMP, guru Fisika saya galak! Salah dikit, lempar penghapus. Toyor kepala, hal biasa. Gak bisa, dibego-begoin. Hasilnya? Gak ada yang suka ama pelajaran Fisika. :D Respek ke si guru? Takut yang ada. :) Tidak. Saya gak mau guru yang begitu untuk anak saya :) Gak tahu ya kalau Anda :)
0 Comments
Jaman dulu, pernah kena tegur si Oom, gara-gara katanya saya milih sekolah 'sembarangan', disuruh pindah sekolah, nggak mau. Menurut beliau, masing-masing sekolah itu punya sejarah, ada jalurnya, asalnya dari mana.
Denger itu, saya cuma senyum aja. :D Kenapa sih? Harusnya dari sekolah mana aja bisa lah.... Tadi abis sahur baca tulisan guru SMA. Menurut beliau, SMA Negeri Favorit itu -punya- SMP nya masing-masing. Misalnya, SMA Negeri 8 punya SMP Negeri 115. Lagi-lagi saya senyum. Untungnya data hasil seleksi PPDB itu terbuka ya, informasi asal sekolah dan nilai UN nya bisa diakses. Udah gitu, baru percaya sama klaim seperti ini. Itu anak semabel bedol desa ke SMAN 8? :D Mendominasi sampai 40%. Nah, udah kaya gini baru ngerti kenapa si Oom senewen. :D #sibukmilihSMA padahal #maumasukSMP :D Ngajak anak ke kondangan tuh ya, harus siap mental! Pulangnya, pasti banyak pertanyaan. Makanya orangtua jaman sekarang harus pinter, pertanyaan anak sekarang ajaib-ajaib. Bikin speechless, gak bisa jawab, n milih ikut UAS Matstat double aja. Meski tetep aja susah jawab, UAS aja efeknya cuma buat pribadi. :D Jawab pertanyaan anak, salah jawab, efeknya seumur hidup!
Bukan, bukan pertanyaan darimana datangnya adek bayi. Itu mah jawabannya udah saya siapin dari sebelum mereka lahir. Dan kebeneran mereka gak pernah nanya, karena, pas kantor si ayah baru beli alat lab, yang isinya perkembangan janin umur 1 sampai 9 bulan di rahim Ibu, mereka udah saya jelasin. Pun juga gambar rahim di posisi tubuh Ibu. Dan yang paling terakhir, gak sengaja masuk lab perawat yang isinya phantom Ibu melahirkan. Komplit dah visualisasinya, untung cowok anaknya. Kalo cewek, kayanya stress deh liat itu semua. Lalu, lalu, lalu? Ini tentang mas kawin. Si anak bertanya apakah mas kawin itu, setelah berulang kali dia datang ke akad nikah. Dia bertanya "mahal sekali ya mas kawin itu, nanti aku bisa menikah ngga ya bu?" Uh, rasanya kaya apa gitu, ikhlas gak ikhlas jawabnya. Ya jangan kepikiran nikah dulu kenapa sih, temenin Ibu dulu. Lagian kamu kan masih SD. Hehehe... tapi kan harus di jawab. :( "Ya bisalah.... kan nanti udah kerja, insyaallah bisa memberikan mas kawin yang pantas...." jawab saya. "Kalau nanti mintanya yang aku gak bisa, gimana?" "Ya sebetulnya mas kawin itu sebisa mungkin juga tidak memberatkan. Kalau memang dirasa berat, coba ditawar. Pasti bisa lah dikomunikasikan, kalian nanti kan sudah dewasa. Kalau ngga bisa juga, ya berarti belum berjodoh. Cari lagi." Saya kadang penasaran sama tetangga sebelah. Apa mereka berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan kaya gini ya dari si sembilan tahunnya? "Dulu Ibu waktu menikah dikasih mas kawin apa sama Ayah?" "Cincin...." jawab saya. "Ih, murah sekali...." *jleb, ini anak ampun deh ah* "Semoga nanti aku mendapatkan jodoh seperti Ibu, yang mau menikah denganku, mas kawinnya cincin aja...." Errr.... ummm.... sana sekolah, kuliah, kerja dulu! Nanti kita baru ngobrol-ngobrol lagi, okeee.... *sambil melirik si Ayah yang senyum-senyum gak jelas gitu.... ini juga Bapak-bapak, turun tanganlah pada pertanyaan-pertanyaan sulit begini! :D Pulang tadi yang satu matanya merah, yang satu meringkuk di tempat yang tidak biasanya.
Something wrong. Datengin yang satu. "Bu, lagi berantem." Kata yang satu. Gak usah dibilang juga berasa auranya. "Kenapa?" "Iya itu abcdefghij...." *gak gitu deh aslinya, tapi penjelasan panjang detail rinci persis ibunya kalo ngomel!* "Oh, gitu...." Datengin yang satu lagi. "Hei, bobo sama ibu yuk...." Ngikutin. Diem aja. Sambil meluk. Gak ngomong. Gak ngapa-ngapain. "Berantem, ya?" Ngangguk sambil ngumpet. "Kenapa?" Diem aja ngga mau ngomong. "Katanya abcdefghij...." *ini mengulang laporan yang tadi* "Bener?" Dia pun mengangguk. "Itu kan sakit. Kok ngga minta maaf?" Lanjut saya lagi. "Udah. Tapi gak dimaafin!" Katanya mulai terisak. Dan sayapun manggil yang satu lagi. "Kok minta maaf gak dimaafin?" "Mana ada orang minta maaf sambil buang muka? Gak serius itu minta maafnya" Dan sayapun tersenyum dalam hati. Ini masalah prinsip ternyata, gaya bahasa, body language, bukan hanya sekedar kata maaf. Diulang deh minta maafnya. Baikan deh. Dan sekarang, mereka bobonya udah pelukan lagi. Mengapa hanya anak-anak yang bisa seperti itu. ya? Mudah memaafkan, mudah melepas sakit. Sedangkan orang dewasa, sampai besok lusa masih saja menggenggam erat perih? Saat sedang mandi, HP bunyi. Karena sedang ada telepon yang ditunggu, hentikan sejenak mandinya, ambil telepon. Hmmm.... anak-anak. Segera saja menelepon balik.Me: "Assalamualaikuum.... ada apa sayang...."
Si besar: "Ibu, besok libur kan? Bolehkah bermain sepuasnya? Nanti belajarnya hari Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis nya aja?" Tentunya dengan suara yang manja. Yang jika aku menutup mata, dapat kubayangkan kerjap di matanya, tangannya yang mengatup di depan dada, berdiri dekat denganku, membuatku selalu ingin memeluknya. :) Ah, mereka selalu tahu, bagaimana cara membujuk ibunya. Hahaha....Kemarin ayahnya lapor. Ada ujiannya yang nilainya 70 sekian. Ditanya pelajaran apa, pelajaran yang biasanya dia kuasai. Jadi, setelah negosiasi dengan mereka, hasilnya adalah reduksi waktu main. Dan hari ini, besok libur, ibu masih semedi. Mereka memilih untuk meminta izin, bolehkah bermain. Kagum, pada kesungguhan mereka menjalankan kesepakatan bersama. Kita saja yang dewasa, menganggap kesepakatan itu sebagai "jika dilanggar pun kamu akan mengerti". Sepertinya saya harus belajar dari mereka. :) Anak jaman sekarang itu punya banyak pilihan untuk menjalankan hidup. Pada anak-anak saya bilang, tahu dulu banyak-banyak nanti baru pilih, sukanya mau yang mana. Dan kalau udah suka, jangan tanggung-tanggung, harus menghasilkan sesuatu.
Setidaknya sebagian besar generasi saya ke atas, mengamini ini. Jaman dulu, pilihan cita-cita sedikit. Kalo ga jadi insinyur, ya jadi dokter. Tetapi seperti yang pernah dikatakan Danial Rifki (2013), yang paling menyenangkan itu menerima bayaran yang bagus untuk mengerjakan hal yang kita senangi. Maka, bersungguh-sungguhlah! Pada anak-anak, saya tidak pernah mau berkata bahwa belajar itu susah. Entah. Itu seperti kata awal untuk menjadi apriori, bermusuhan dengan ilmu. Namun, hati kecil saya mengakui bahwa pelajaran anak-anak saya tidak mudah. Bahkan, seringkali, hanya untuk menjawab pr pr mereka, saya dan suami harus berdiskusi panjang sampai pada satu jawaban yang 'make sense' dan bisa dijelaskan dengan mudah pada anak-anak.
Si kecil bertanya, lihat deh bu, soal ini aneh. Kata bu guru ga ada jawabannya. Sebutkan contoh gerak pada tumbuhan "Lho, ada itu jawabannya, de. Contoh yang paling gampang dilihat bagaimana putri malu menutup daunnya ketika disentuh...." Si kecilku kemudian menambahkan "tapi kan tumbuhan ga bisa jalan...." Ah, gemas deh. Harusnya yang pertama dijelaskan adalah konsep geraknya dulu, dan jalan itu adalah bagian dari gerak. Yang lebih gemasnya lagi, bahan ujian mereka kok horor horor sih. Si besar kewalahan menghapalkan jenis tulang, macam tulang, bentuk tulang, jumlah tulang, dan itu baru satu bab! Kemarin ditanyakan pula, siapa yang bertugas mengawasi keuangan daerah? Apa tugas-tugas dari lembaga daerah? Lucu ya, ditanyakan ke anak SD dengan harapan, mungkin, mana saya tau apa yang ada di otak penyusun kurikulum, mereka punya kesadaran sejak dini tentang fungsi pemerintahannya. Malah bikin saya nyengir ketika dia nanya "Kalau memang tugas DPR itu mengawasi penggunaan anggaran, kenapa ada yang korupsi?" Ah, belajar itu seharusnya menyenangkan. Menjawab pertanyaan mereka juga menyenangkan. Hanya saja, kenyataan sesungguhnya, selalu tak seperti apa yang diajarkan di kelas. Dengan segala kerendahan hati, tolonglah siapapun itu orang yang di Kementrian Pendidikan, utamanya yang bertanggungjawab terhadap Pendidikan Dasar, jadikan masa-masa SD itu sebagai pondasi untuk berpikir BELAJAR, SEKOLAH, ITU MENYENANGKAN! Karena seharusnya, memang demikian. Me: "De, kenapa itu jidat benjol"
At: "Hehe.... lagi bikin video, terus jatuh...." Me: "Maksudnya?" At: *ambil hp* "Lihat nih...." Video halaman depan, gang depan rumah, ayam mati entah punya siapa, pasir, kresek-kresek, bunyi aduh, berdiri lagi, tangan ngelap lensa, dan seterusnya.... Me: "Maksudnya apa ini ceritanya?" At: "Semuanya.... ini adalah sekitar kita...." *nyengir lebar.... ah saya tau siapa role model cengiran lebar itu* Mengernyitkan kening.... okelah Nak, bersyukurlah kamu saya dibesarkan di antara para seniman yang nyentrik itu, hehehe.... suatu saat, saya yakin, gambar-gambar itu akan bermakna, kamu akan menyusunnya berdasarkan satu cerita. Ini baru awal saja.... keep trying! *cium pipi, ga tega mau cium jidat* Al: Ibu tanggal 1 sampai 18 Alif libur...
Me: Oya? Al: Horeee.... Me: Seneng amat, kak... Al: Iya ini cacarnya lama sekali sembuhnya.. untung libur. Jadi bolosnya cuma 3 hari... *semoga kelak kamu jadi pemimpin yg baik, sayang.. ga suka bolos2.. aamiin* Saya tidak tahu, kapan tepatnya (atau harusnya), ketertarikan terhadap lawan jenis itu hadir dalam diri manusia.
Namun saya tahu, suatu saat pasti akan datang pada waktunya. Malam ini, kami bertiga bicara. Ib: "Ayah tahu ngga, anak ibu di sekolah punya teman yang cantik sekali, lho." Ay: "Oh ya? Berarti Ibu kalah dong?" Ib: "Hehe.. Kayanya gitu sih.." A: "Ish.. Apa sih?" Ib: "Ya ngga papa kali, sayang. Dulu juga Ibu begitu, Ayah juga begitu. Ada masanya, teman kita kelihatan begitu menarik. Iya ngga, Ayah?" Ay: "Iya kok..." A: "Hmm... Mungkin Ibu betul..." Ib: "=D Bukan mungkin, atuh sayang. Memang begitu. Dan itu ngga papa. Tapi, daripada bingung, mending cerita sama Ibu, sama Ayah. Harus gimana?" Ay: "Jadi, duduknya dekat ngga dengan si cantik itu?" Ib: "Dia pasti cantik sekali yaa..." A: "Ih apaan sih. Engga lah, ibu masih lebih cantik..." *ehm... ehm... ngedipin si ayah* Ay: "Oh, Ibu cantiknya banyak. Tapi teman itu, cantiknya pasti lebih banyak lagi yaa?" A: "Engga..." Si ganteng pipinya memerah. Sebelum dia mulai jengah, sudah waktunya berhenti. Dan mencari waktu lain, untuk menyampaikan "pesan sponsor ala orangtua". Beginilah rasanya. Tahapan kami selanjutnya dalam menjadi orangtua. Bagaimana esok? *belajar... belajar... dan terus belajar lagi, semoga tidak mengecewakanmu, Nak* Ssstttt... Ini sharing sesama ortu yaa... Biar pipi si ganteng ga tambah merah, ga usah di mention namanya yaa... =D |
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|